08 Januari, 2015

Mana Aksimu?

Pembacaan Alkitab : Lukas 10:25-37
Saat memposting cerita pertemuan saya dengan seorang anak jalanan yang menjadi kondaktur metro mini, di salah satu group facebook, saya menyatakan ketidaknyamanan batin saya karena merasa belum cukup banyak melakukan aksi untuk menolong semua anak jalanan. Beberapa teman memberi komentar bernada kerinduan untuk melakukan sesuatu yang berarti.
Yang menarik dari semua komentar adalah ada satu pertanyaan yang diajukan yakni “Apa yang sudah gereja lakukan untuk persoalan sosial ini?” Saya membacanya sambil mengurutkan kening. Ia tahu persis masalah ada dan saat kami yang lain berpikir tentang apa yang harus dan bisa kami lakukan, ia malah memandang persoalan dalam nada tanya apa yang sudah gereja lakukan?
Gereja bukan hanya lembaga melainkan orang per orang. Gereja adalah anda masing-masing. Pada saat anda bertanya tentang apa yang sudah gereja lakukan adalah pertanyaan tentang apa yang sudah anda lakukan. Sayangnya banyak yang hanya melulu melakukan sorotan terhadap gereja sebagai lembaga untuk beraksi.

Pada saat menemukan ada manusia yang tergeletak di jalan, lewatlah seorang imam tapi ia berlalu begitu saja tanpa aksi apapun untuk menolong. Lalu lewat lagi orang Lewi tapi ia juga hanya memandang dan tidak melakukan apapun. Banyak alasan yang diperkirakan menjadi alasan tindakan kedua orang pemimpin agama ini yakni bisa jadi hari itu adalah hari Sabat dan mereka sedang terburu-buru berjalan menuju Bait Allah di Yerusalem. Tapi alasan ibadah sama sekali tidak bisa dibenarkan untuk meninggalkan seorang yang terluka parah di tengah jalan. Mereka melihat namun sama sekali tidak berbelas kasihan.
Bisa jadi ketidakperdulian mereka berangkat dari konsep biar orang lain saja yang tolong. Masalah dipandang sebagai kewajiban pihak lain untuk selesaikan. Sementara orang Samaria, orang yang dianggap kafir oleh orang Israel, pada saat ia lewat, ia menunjukkan belas kasihan. Pertolongan yang ia lakukan seperti suatu kewajiban yang harus ia nyatakan. Masalah yang ada di depan matanya tidak ia lihat sebagai kewajiban orang lain melainkan kewajibannya sehingga ia tidak saja tergerak oleh belas kasihan. Ia juga membalut luka-luka orang malang itu, ia menyiram minyak dan anggur ke tubuhnya dan menaikkannya ke atas keledai tunggangannya sendiri sementara ia berjalan kaki sambil menuntun keledainya. Tidak saja itu, ia juga membayar pihak penginapan untuk merawat orang malang itu.
Seperti orang Samaria yang murah hati ini, ada banyak masalah di sekitar kita. Masalah mesti dilihat sebagai panggilan dari Allah untuk kita segera melakukan sesuatu. Sejauh kita terus melihat masalah sebagai kewajiban pihak lain maka kita tidak akan pernah menjadi sesama bagi orang lain, apalagi menjadi Kristus bagi mereka. Jauh lebih menyedihkan apabila kita malah sibuk membuat dalil teologi tentang ketidakperdulian kita dan tentang apa yang harus gereja lakukan, sambil menempatkan diri sebagai hakim yang menonton dan menghakimi.
Wise Words: Kasih tidak boleh setengah-setengah supaya limpahan berkat dari langit juga tidak setengah-setengah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar