20 Januari, 2015

Spiritualitas Kristen, Panggilan Untuk Menyerupai Kristus

    
   Harapan dari seorang hamba Kristus adalah sebuah kesempurnaan pelaksanaan pelayanan. Sekalipun setiap hamba Kristus adalah sekaligus manusia yang penuh dengan kelemahan tapi di pihak lain tuntutan tentang kesempurnaan tetap dilekatkan. Kondisi ini mengharuskan setiap pelayan untuk terus ada dalam pergumulan.
Lalu, apa itu spiritualitas yang sejati? Spiritualitas yang sejati lahir dari hati yang telah diperbaharui oleh Allah! “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan” (Amsal 4:23).

    Usaha untuk mengubah hati adalah dengan cara mengolah pikiran, perasaan, dan tubuh. Berbagai upaya yang sering dilakukan oleh beberapa golongan yakni mereka mengolah pikirannya dengan menghafal ayat-ayat dari kitab, dan melakukan pengosongan pikiran. Ada pula yang mengolah tubuhnya dengan berpuasa. Ada yang meninggalkan kehidupan dunia lalu memilih untuk menyendiri atau menyepi. Tetapi bukan itu upaya membangun spiritualitas yang sejati. Manusia telah tercemar oleh dosa. Masalah utama dan terbesar bagi pengembangan spiritualitas sejati adalah hati manusia yang sudah tercemar oleh dosa.  Karena itu, sia-sialah melatih pikiran dan perasaan positif, melatih tubuh dan mencari  lingkungan sosial yang baik, jika hati sudah rusak oleh dosa, sekalipun tindakan beragama manusia sudah begitu baik. “Tidak ada yang benar, seorang pun tidak. Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah. Semuanya orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorang pun tidak” (Roma 3:10-12). Semua itu dikarenakan Yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya.”   (Kej 8:21)
Apa solusinya?  Apakah ada jalan keluar bagi hati yang sudah tercemar oleh dosa ini?  Jawaban atas pertanyaan  inilah yang membedakan spiritualitas Kristen dengan spiritualitas yang lain.  Jika spiritualitas yang lain lebih mengandalkan usaha manusia, tetapi spiritualitas Kristen hanya bergantung kepada Allah.  Allah akan memberikan mereka hati yang baru yang melahirkan spiritualitas yang sejati dan spiritualitas yang sejati akan menghasilkan tindakan beragama yang sejati.

Apa Itu Spiritualitas Kristen?
Spiritualitas berasal dari bahasa Latin spiritus artinya ‘roh, jiwa atau semangat.’ Dalam bahasa Ibrani ruach dan bahasa Yunani pneuma yang berarti ‘angin atau nafas.’  Jadi spiritualitas dapat diartikan sebagai ‘semangat yang menggerakkan sesuatu.’ 
Alkitab mencatat perbandingan orang dengan spiritulitas dan yang tidak. Dalam Surat 1 Korintus, digunakan kata pneumatikos untuk menegur golongan tertentu di dalam Jemaat Korintus yang menganggap diri mereka ‘spiritual atau rohani’. Mereka merasa memiliki karunia-karunia istimewa, yaitu karunia nubuat dan bahasa roh. Namun walaupun hidup dipenuhi karunia-karunia tetapi mereka masih hidup di dalam pertengkaran, percabulan, penyembahan berhala, ajaran sesat dan semacamnya. Paulus menyebut mereka sebagai manusia duniawi yang tidak dapat menerima hal-hal spiritual yang berasal dari Roh Allah.
Sementara manusia duniawi adalah manusia psukhikos “bersifat jiwa, alamiah” (1Kor. 2:13-15; 15:44-46); dan sarkikos “bersifat daging” (1Kor. 3:1; 9:11-13). Manusia duniawi hidup tanpa Roh Allah dan oleh karena itu mereka tidak dapat mengerti hal-hal yang spiritual. Sebaliknya manusia spiritual adalah manusia yang dapat menilai segala sesuatu karena hidupnya dipimpin oleh Roh Allah dan memiliki pikiran Yesus Kristus. (1Kor. 2:15-16)
Kehidupan spiritualitas orang-orang percaya didasari oleh iman yang tertuju kepada Yesus Kristus. Dengan percaya dan beriman kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat yang telah menebus dosa-dosa dunia dan yang telah bangkit, maka mereka menerima karunia Roh, yaitu Roh Kudus tinggal di dalam kehidupan mereka. Berdasarkan karunia Roh yang diterima dan tinggal di dalam hidup orang-orang percaya, maka kehidupan mereka yang lama diperbarui. Mereka memiliki hidup yang baru yang berada di dalam kasih Allah.
Dengan demikian maka kehidupan spiritualitas Kristen merupakan kasih karunia dan anugerah Allah semata-mata. Kehidupan spiritualitas ada karena kasih karunia dan anugerah Allah yang mengerjakan dan mengaruniakan keselamatan bagi orang-orang percaya melalui karya penebusan Yesus Kristus di atas kayu salib. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa munculnya kehidupan spiritualitas di dalam diri orang-orang percaya inisiatifnya datang dari Allah.
Memiliki kehidupan spiritualitas sejati berarti memiliki kesadaran spiritualitas yang peka dan jernih terhadap realitas kehadiran Allah, baik di dalam kehidupan pribadi sebagai orang percaya maupun di dalam kehidupan bersama dengan orang lain. Di wilayah-wilayah kehidupan apa pun misalnya kehidupan emosional pribadi, sosial, ekonomi, moral, seksual, profesi, hubungan dengan sesama dan semacamnya tidak dibiarkan lepas dari kesadaran spiritualitas tersebut. Hal ini didasari pada pengakuan yang sepenuhnya bahwa tidak ada satupun bagian kehidupan orang-orang percaya yang boleh terpisah dari kehadiran Allah. Akibatnya kehidupan yang dijalani oleh orang percaya adalah kehidupan yang kudus dan benar. Hidupnya mengalami proses dituntun dan diajar oleh Roh Kudus untuk mengenal dan mendalami kebenaran Kristus sebagaimana dinyatakan oleh Alkitab.

Spiritualitas Kristen dan Beragama Kristen
Beragama ditunjukkan dalam bentuk melaksanakan upacara-upacara keagamaan, tetapi spiritualitas lebih berbicara tentang semangat apa yang menggerakkan seseorang melakukan upacara keagamaan. Beragama berbicara tentang apa yang tampak di luar, tetapi spiritualitas berbicara tentang apa yang terjadi di dalam.  Spiritualitas yang sejati akan melahirkan tindakan keagamaan yang sejati.  Tetapi spiritualitas yang palsu akan menghasilkan tindakan keagamaan yang semu.
Itulah sebabnya ada orang yang kelihatan keagamaannya begitu baik yakni rajin beribadah, rajin membaca firman Tuhan, rajin melayani, tekun berdoa dan bahkan fasih berkhotbah, tetapi sekaligus hidup di dalam berbagai dosa dan kejahatan.
Hal itu kemungkinan besar karena ia memiliki spiritualitas yang palsu.  Tuhan Yesus sangat mengecam orang-orang yang demikian, karena biasanya mereka hidup di dalam kemunafikan. Berulang kali Yesus mengecam kemunafikan orang Farisi dan ahli Taurat.  Allah pun membenci segala perayaan keagamaan orang-orang Israel karena mereka memperkaya dirinya sendiri tanpa mempedulikan orang-orang miskin:  “Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu. Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang. Jauhkanlah dari pada-Ku keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar” (Amos 5:21-23).  Seorang pelayan Tuhan bisa kelihatan baik di gereja dan masyarakat, tetapi di dalam keluarganya ia tampak begitu jahat.  Ini tanda spiritualitas palsu.

Tanda-Tanda Spiritualitas Kristen
Spiritualitas Kristen dicirikan dengan persekutuan pribadi orang percaya dengan Allah; persekutuan di antara orang percaya; dan kehidupan setiap hari dengan semua orang.
1. Ada Persekutuan dengan Allah
Tujuan dari spiritualitas Kristen adalah untuk mencapai persekutuan yang intim antara orang percaya dengan Allah. Suatu persekutuan yang sangat mendalam antara orang percaya dengan Allah yang telah menyatakan diri-Nya untuk diketahui dan dikenal melalui Yesus Kristus. Yohanes 10:30 “Aku dan BapaKu adalah satu”; Yoh 17:11 “...supaya mereka menjadi satu seperti kita.”
Di dalam bentuk penyatuan seperti ini, orang percaya dapat mengalami penyatuan dirinya di dalam kehadiran Allah dan dalam kasih-Nya secara pribadi. Hal ini bisa terjadi melalui doa dan membaca Firman Tuhan.
Tindakan persekutuan dan penyatuan orang percaya dengan Allah tidak terjadi melalui hidup bertapa atau menarik diri dari dunia. Tuhan Yesus berkata, “Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia.” (Yohanes 17:18).

2. Ada Persekutuan di Antara Orang Percaya
Panggilan setiap orang percaya adalah memberlakukan kasih. Kasih tidak dapat diekspresikan jika tanpa adanya persekutuan dengan sesama. Kasih tanpa sesama manusia maka kasih itu tidak berfungsi. Allah menghendaki agar setiap pribadi orang percaya dapat terus menerus berada dalam proses kehidupan yang aktif, dinamis, dan progresif melalui tuntunan dan pimpinan Roh Kudus untuk menumbuhkan dan menghidupkan kehidupan spiritualitasnya dalam persekutuan.
Bersama-sama dalam persekutuan, orang percaya dapat menghayati dan mengalami Allah secara bersama. Alkitab berulang-ulang menggambarkan orang percaya sebagai Tubuh Kristus (Rm. 12:3 dst.; 1Kor. 12:14 dst.). 
Persekutuan orang percaya yang memiliki spiritualitas Kristen, bertujuan untuk penyembahan kepada Allah, satu iman, kasih, dan pengharapan, untuk bekerjasama melayani dengan karunia-karunia yang berbeda-beda.
3. Kehidupan Setiap Hari Dengan Semua Ciptaan
Pengalaman spiritual pribadi bukan tujuan dari kehidupan spiritual yang dianugerahkan oleh Allah. Sebab pemberian Allah ditujukan keseluruhan manusia dan kelangsungan kehidupan segala makluk. Kehidupan spiritualitas haruslah menyangkut segala sesuatu dan bersifat holistik. Tidak bisa dibuat dikotomi antara kehidupan jasmani dan rohani. Spiritualitas adalah segala sesuatu yang bersifat holistik yang harus dipersembahkan kepada Allah.
Keselamatan tidak saja menyangkut keselamatan jiwa saja. Keselamatan menyangkut keseluruhan yakni tubuh dan jiwa atau rohani dan jasmani. Spiritualitas Kristen yang benar harus diaktualisasikan juga di dalam kehidupan yang menaruh perhatian terhadap jasmani dan rohani.
Spiritualitas haruslah nyata dalam tindakan praksis yang menaruh perhatian terhadap masalah-masalah kemiskinan, gender, ketidakadilan sosial, masalah ekologi, sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya. Panggilan orang percaya adalah mendatangkan tanda-tanda Kerajaan Allah yakni kasih, keadilan, kuasa, dan damai sejahtera di tengah-tengah kehidupan sosial yang dihadapinya.
Gereja yang sejati adalah Gereja yang berdoa memohon kepada Roh Allah agar menguduskan kehidupannya; dan menjadikannya sebagai alat Tuhan untuk dapat menjadi ‘terang dan garam’ guna mendatangkan pembaruan di masyarakat dan dunia. Gereja yang demikian adalah gereja yang rajin dan tekun berbuat didasari oleh kasih karunia dan anugerah Allah yang telah menyelamatkan hidupnya.
Jadi dengan demikian maka spiritualitas Kristen di dalam diri orang-orang percaya dimulai ketika mereka percaya dan beriman kepada Yesus Kristus dan sebagai akibatnya mereka mempunyai karunia Roh. Roh Kudus tinggal di dalam hidup mereka dan memimpin mereka untuk melakukan kehendak Allah sebagaimana Yesus Kristus telah lakukan. Spiritualitas Kristen memiliki keunikannya sendiri oleh karena merupakan kasih karunia dan anugerah semata-mata dari Allah. Spiritualitas Kristen menekankan kehidupan persekutuan yang intim antara orang-orang percaya bersama Allah. Di dalam persekutuan tersebut kehidupan orang-orang percaya ditransformasi untuk hidup sesuai dengan kasih Allah. Kehidupan spiritualitas Kristen adalah aktif, dinamis, dan progresif seturut tuntunan dan pimpinan Roh Kudus untuk menyatakan tanda-tanda Kerajaan Allah dalam tindakan praksis sebagai respon terhadap tantangan-tantangan pergumulan yang dihadapinya.

Ciri Khas Spiritualitas Kristiani
Masih banyak sisi lain dari ciri khas atau karakter spiritual Kristen. Sebagian besar karakter spiritual kristen dapat dikatakan buah Roh (Gal 5:22-23). Orang percaya yang memiliki spiritualitas kristiani maka di dalam dirinya akan nampak ciri khas seperti :
Pertama, ia orang yang berbeda. Boleh dikata bahwa berbagai perselisihan moral yang terbesar pada setiap zaman bukanlah perselisihan dalam teori moral, tetapi pada kemampuan untuk membedakan masalah yang sebenarnya. Karakter spiritual yang baik merupakan inti nasihat Paulus yang berbunyi, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Rm 12:2).
Kedua, adalah keberanian. Ini merupakan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan baik pada waktu keadaan kacau dan sulit. Karakter spiritual yang baik memiliki keberanian bekerja dengan baik pada saat pencobaan menimpa, dan keadaan tidak menyenangkan. Keberanian adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan baik sementara menghadapi ancaman dalam kehidupan, gangguan keamanan, tantangan masa depan, dan tuntutan pengorbanan atas sesuatu yang sangat dikasihi.
Ketiga, penguasaan diri merupakan sifat baik yang ketiga. Penguasaan diri ini berarti menguasai hidup kita sendiri. Mampu mengelola, mengendalikan, dan mengatur segala sesuatu yang sedang terjadi di dalam diri kita. Dengan pertolongan Roh Allah, karakter spiritual orang kristen yang telah menyerahkan hidupnya pada Kristus akan menguasai dirinya sedemikian rupa tanpa membiarkan keadaan, barang apa pun atau siapa pun yang menguasainya. Seperti karunia Roh lainnya, penguasaan diri perlu dilatih sebab jika tidak maka akan kehilangan karunia itu.
Keempatadil. Karakter spiritual orang kristen yang membuahkan keadilan selalu memutuskan untuk bertindak adil dan tidak memperlakukan seseorang berbeda dengan orang lain. Para nabi menuntut keadilan, serta mengemukakan perkara Tuhan melawan Israel, “Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut Tuhan daripadamu; selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati dihadapan Allahmu? (Mikha 6:8).

Mengembangan Karakter Spiritual Kristen
Dalam kerangka pengembangan spiritualitas kristiani, patut bahwa pengembangan spiritualitas kristiani tidak hanya bersifat personal, tetapi juga secara komunal yakni bersama antar orang percaya dalam persekutuan gereja. Beberapa langkah pengembangan spiritualitas kristen yakni :
1. Bersekutu
Ini terjadi dalam persekutuan-persekutuan ibadah, baik ibadah di gereja secara bersama dalam kebaktian Minggu, juga dalam kelompok kategorial dan fungsional. Berbagai kegiatan gerejawi juga dapat menolong anggota gereja untuk saling menolong supaya sama-sama bertumbuh.
Dalam persekutuan ibadah akan terjadi berbagi pemahaman Alkitab, doa bersama, memuji Tuhan secara bersama serta berbagi kesaksian pertemuan pribadi dengan Allah. Masing-masing orang dapat saling bertanggung jawab satu sama lain, saling membangun, dan saling mendorong bagi pertumbuhan iman bersama.
Masa kini, gereja berhadapan dengan sikap hidup individualistik dengan semboyan ‘masing-masing orang mengurus kepentingan sendiri.‘ Itu semua bukan pandangan Alkitab. Di dalam persekutuan setiap orang diajak ada untuk orang lain. “Kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang lain’ (Rm 12:5). Setiap orang dibebani tanggung jawab, bukan hanya kepada Tuhan, tetapi juga kepada satu terhadap yang lain.
Dalam upaya saling membangun dan saling memberi dorongan, pesan dari kitab Ibrani, “Nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan ‘hari ini’, supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar karena tipu daya dosa” (Ibrani 3:13). Dengan demikian maka jika masing-masing anggota tidak saling memberi dorongan dan saling membangun, maka ia akan ditipu oleh dosa.
Penulis Ibrani juga mengatakan, ”Marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasehati” (Ibrani 10:24,25).
2. Disiplin  Rohani
Disiplin rohani adalah kemampuan jemaat untuk taat kepada Allah. Tujuan disiplin rohani yang dimiliki jemaat yaitu untuk membawa mereka hidup dalam pengenalan akan Kristus dengan baik. Beberapa tahap pengajaran untuk jemaat dapat bertumbuh dalam disiplin rohani dengan pola dari II Petrus 1:5-7  yaitu:
- Menambah iman dengan kebajikan.
- Menambahkan kebajikan dengan pengetahuan.
- Menambahkan pengetahuan dengan penguasaan diri
- Menambahkan penguasan diri dengan kesabaran
- Menambahkan kesabaran dengan kesalehan
- Menambahkan kesalehan dengan kasih akan saudara-saudara
- Menambahkan kasih akan saudara-saudara dengan kasih akan semua orang.

3. Beribadah
Ibadah yang benar harus di dalam roh dan kebenaran (Yoh 4:24). Dalam roh artinya ibadah dapat dan harus dilakukan di mana dan kapan saja, karena roh tidak dibatasi oleh ruang dan waktu tertentu. Ibadah tidak sekadar upacara gereja secara lahiriah, dan merupakan pengalaman seseorang dengan Allah dalam bentuk penghormatan atas penyataan diri-Nya melalui Yesus Kristus. Sedangkan dalam kebenaran artinya sifat dari ibadah itu harus murni dan tidak berpura-pura karena Allah menentang ketidaktulusan dan kepalsuan (Yes 1:10-17; Mal 1:7-14; Mat 15:8,9).
4. Beriman
Jemaat Kristen bukan hanya harus mengetahui, tetapi juga harus tetap mempertahankan dasar dari penyerahan mereka sebagai orang kristen. Suatu keadaan iman yang menurut Ibrani 11:1, “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” Iman itu kemudian mesti dinyatakan dalam pengakuan iman.
5. Berdoa
Berdoa adalah cara berkomunikasi dengan Allah. Di dalam doa, setiap orang percaya menyatakan kehendak dan iman serta ungkapan syukurnya kepada Allah sekaligus mendengarkan kehendak Allah bagi kehidupannya. Doa diberikan tempat yang sangat penting dan teratur dalam pelayanan Yesus (Luk 3:21; 5:16;9:28-29; Ibr 5:7) dan murid-murid dengan tekun mengikuti teladan-Nya baik secara bersama maupun secara individual. Yesus tidak hanya memberi contoh. Ia juga mengajar murid-murid untuk selalu berdoa dan juga tentang bagaimana melakukannya (Mat 5:44; Luk 1:1-13; 18:1-8).
Doa dilakukan secara perorangan maupun bersama-sama (Kis 4:24; 6:4; 10:9; I Tim 2:1-8). Pentingnya doa nampak dalam pertemuan-pertemuan jemaat-jemaat Kristen. Paulus sendiri memasukkan banyak doa ke dalam surat-suratnya. Ia memperhatikan doa mengenai keperluan-keperluaannya sendiri dan mengakui nilai dari doa bersama. Orang-orang Kristen dapat digambarkan sebagai “semua orang di segala tempat, yang berseru kepada Tuhan Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan Tuhan kita” (1 Kor 1:2).

6. Persembahan
Memberi persembahan merupakan bukti kasih seseorang terhadap Allah (Yak 2:15-17; I Yoh 3:17,18). Hal itu harus berasal dari kehidupan yang terlebih dahulu telah dipersembahkan kepada Dia (II Kor 8:5), harus dilakukan dengan sukarela (II Kor 8:11,12;9:7), dengan bebas sekalipun dalam kekurangan (II Kor 8: 12), dengan sukacita (II Kor 9:7), dan sesuai dengan ukuran kemakmuran yang diberikan Allah (I Kor 16:2).

Pendeta dan Spiritualitas
Gereja dipandang sebagai tempat yang berurusan dengan masalah rohani atau spiritual. Sementara pemimpin dalam gereja dipandang sebagai figur yang "sangat rohani". Pandangan ini menjadi pendorong jemaat mendatangi pemimpin gereja untuk mendapatkan solusi atas berbagai problema kehidupan yang dialaminya. Para pemimpin gereja dipandang sebagai sosok yang lebih rohani dan harus didengarkan serta diteladani dalam segala hal. Namun di sisi yang lain pandangan ini membuat jemaat amat bergantung kepada pemimpin gereja, dan segera menjadi kecewa lalu meninggalkan persekutuan, ketika sang pemimpin didapati melakukan kekeliruan, kesalahan atau dosa.
Ada 3 ciri penting dalam spiritualitas pemimpin jemaat yakni :
 1. Kepemimpinan yang berdasar kepada Alkitab - keputusan
Jemaat yang tinggal di tengah-tengah masyarakat plural ini diutus oleh Yesus Kristus sendiri "seperti domba di tengah-tengah serigala." Jemaat harus "cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati." (Mat 10:16). Untuk bisa menjadi cerdik dan tulus, tentunya dalam mengambil keputusan jemaat membutuhkan acuan atau standar yang ditetapkan Allah sendiri agar setiap keputusan yang diambil tidak keliru.
Pemimpin jemaat bertugas untuk mengarahkan jemaat agar hidup di dalam kebenaran firman Allah, yaitu Alkitab. Tentunya pemimpin itu sendiri mau hidup di dalam kebenaran firman Tuhan. Ia memiliki waktu khusus untuk belajar firman Allah, belajar hidup sesuai dengan apa yang telah dipelajarinya, dan mengajarkannya kepada jemaat (Ezra 7:10).
Setiap pemimpin jemaat juga harus meyakini kuasa firman Tuhan yang mengubah dan memperbaharui kehidupan setiap orang yang percaya, sebagaimana yang Paulus katakan kepada Timotius (2 Tim. 3:15-17). Immanuel Kant, berkata: "Keberadaan Alkitab sebagai kitab untuk manusia merupakan hikmah paling besar yang umat manusia pernah bisa alami."

2. Kepemimpinan yang berpusat kepada Kristus - karakter
Spiritualitas berikutnya adalah dalam pembentukan karakter. Allah telah menyediakan bagi umat-Nya sebuah keteladanan dalam pribadi Yesus Kristus. Setiap pemimpin jemaat harus hidup seperti Kristus telah hidup, dan mampu membimbing jemaat untuk memiliki kehidupan Kristus di dalam dirinya (1 Yoh 2:6).
Mengikuti teladan Yesus, baik dalam kata maupun perilaku-Nya terjadi dalam sikap menjadi seperti Yesus. Artinya keteladanan Yesus mesti terasa dan terlihat dalam kegiatan-kegiatan apa pun yang dilakukan oleh pengikut-Nya. Dengan demikian adalah janggal apabila para pemimpin jemaat tidak lagi mau meneladani Yesus Kristus dan beralih mencari figur lain. Saat pemimpin gereja gagal untuk meneladani Kristus, bukan karena tidak mampu, tetapi karena ia tidak mau, maka cepat atau lambat, pelayanannya akan kering dan gersang.
Memiliki karakter seperti Kristus mutlak dibutuhkan dalam pelayanan. Karakter seperti yang dicirikan dalam sifat-sifat buah Roh (Gal 5:22-23) harus nampak dalam perkataan dan tindakan para pemimpin jemaat.

3. Kepemimpinan yang digerakkan oleh Roh Kudus - kharisma
Pada peristiwa Pentakosta para murid menerima kuasa yang memampukan mereka menjadi pemimpin yang melayani. Yesus sendiri telah memberi mereka kuasa untuk melayani di antara kawanan serigala yang menjadi musuh dalam pelayanan. Dan kemenangan hanya bisa diperoleh jika seluruh jemaat hidup dalam kepenuhan Roh Kudus.
Selain buah Roh yang dihasilkan sebagai karakter pemimpin jemaat, spiritualitas juga dapat dilihat dari kharisma.
Berbagai karunia telah dikaruniakan kepada para pengikut Kristus. Karunia-karunia itu untuk melaksanakan pelayanan sebaik-baiknya.
Seorang pelayan gereja haruslah seorang yang mampu mengarahkan pandangan orang yang ingin melihat lebih jauh apa yang menjadi kehendak Allah. Ia juga baiknya seseorang yang mampu menjalankan fungsi kenabiannya sehingga mampu mengubah sejarah, membebaskan orang dari keresahan dan kecemasannya serta mengarahkannya kepada tindakan-tindakan kreatif yang akan membangun dunia menjadi lebih baik. Ia akan melihat secara kritis semua yang terjadi dan mengambil keputusan berdasarkan kesadaran akan panggilannya, bukan karena ingin ternama serta bukan karena takut ditolak. la akan mengajukan kritik kepada semua kelompok.

Dari semua tujuan dimilikinya spiritualitas kristiani baik oleh anggota gereja maupun para pelayan, diharapkan semua orang menjadi kawan sekerja Allah yang memenuhi panggilan menghadirkan tanda-tanda kehdiran Kerajaan Sorga dalam dunia.
Mengembangkan spiritualitas kristiani dalam diri masing-masing orang haruslah menjadi tugas bersama yang terus dikerjakan sebagai bagian dari memenuhi panggilan untuk menjadi sempurna sama seperti Bapamu yang  di sorga adalah sempurna. ••• Leny Mansopu

7 komentar:

  1. Coba ditambahkan spiritualitas remaja

    BalasHapus
  2. Klo bisa masukkan juga spiritualitas remaja
    Bentuk-bentuk spiritualitas remaja
    Faktor-faktor pembentukan spiritualitas remaja

    BalasHapus
  3. Terimakasih untuk penjelasannya, semoga jadi berkat , dan bisa semakin memperteguh iman dan percaya kita kepada Tuhan dan Juruselamat kita Yesus Kristus bu.. Tuhan Yesus Memberkati. Amien.

    BalasHapus
  4. Mohon dukungan doa untuk saya sudah 5 tahun sakit stroke dan insomnia. Terima kasih. Melchior suroso

    BalasHapus
  5. Kalo bisa masukan juga contoh spiritual dalam kehidupan sehari-hari

    BalasHapus
  6. Firman yang sangat memberkati

    BalasHapus