Harapan
dari seorang hamba Kristus adalah sebuah kesempurnaan pelaksanaan pelayanan.
Sekalipun
setiap hamba Kristus adalah sekaligus manusia yang penuh dengan kelemahan tapi di pihak lain tuntutan tentang
kesempurnaan tetap dilekatkan. Kondisi ini mengharuskan setiap pelayan untuk
terus ada dalam pergumulan.
Lalu, apa itu spiritualitas yang sejati? Spiritualitas
yang sejati lahir dari hati yang telah diperbaharui
oleh Allah! “Jagalah
hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan” (Amsal 4:23).
Usaha
untuk mengubah
hati adalah dengan
cara mengolah pikiran, perasaan,
dan tubuh. Berbagai upaya yang sering dilakukan oleh beberapa
golongan yakni mereka mengolah
pikirannya dengan menghafal ayat-ayat dari kitab, dan melakukan pengosongan pikiran.
Ada pula yang
mengolah tubuhnya dengan berpuasa. Ada yang meninggalkan kehidupan dunia lalu memilih
untuk menyendiri
atau menyepi. Tetapi bukan
itu upaya membangun spiritualitas yang sejati. Manusia telah tercemar
oleh dosa. Masalah
utama dan terbesar bagi
pengembangan spiritualitas sejati adalah hati manusia yang sudah tercemar oleh
dosa. Karena itu, sia-sialah melatih pikiran dan perasaan positif, melatih tubuh dan
mencari lingkungan sosial yang
baik, jika hati sudah rusak oleh
dosa, sekalipun tindakan beragama manusia sudah begitu
baik. “Tidak
ada yang benar, seorang pun tidak. Tidak ada seorangpun yang berakal
budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah. Semuanya orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna,
tidak ada yang berbuat baik, seorang pun
tidak” (Roma 3:10-12). Semua
itu dikarenakan “Yang
ditimbulkan
hatinya adalah jahat dari sejak
kecilnya.” (Kej 8:21)
Apa solusinya? Apakah ada jalan keluar
bagi hati yang sudah tercemar oleh dosa
ini? Jawaban atas
pertanyaan inilah yang membedakan
spiritualitas Kristen dengan
spiritualitas yang lain. Jika spiritualitas
yang lain lebih mengandalkan usaha manusia, tetapi spiritualitas Kristen hanya bergantung kepada
Allah. Allah akan memberikan
mereka hati yang baru yang melahirkan spiritualitas yang sejati dan spiritualitas yang sejati akan menghasilkan tindakan beragama yang sejati.
Apa
Itu Spiritualitas Kristen?
Spiritualitas berasal dari bahasa Latin spiritus artinya
‘roh, jiwa atau semangat.’ Dalam bahasa Ibrani ruach dan
bahasa Yunani pneuma yang berarti ‘angin atau nafas.’ Jadi spiritualitas dapat
diartikan sebagai ‘semangat yang menggerakkan sesuatu.’
Alkitab mencatat perbandingan orang dengan spiritulitas dan yang tidak.
Dalam Surat 1 Korintus, digunakan kata pneumatikos untuk menegur golongan tertentu di
dalam Jemaat Korintus yang menganggap diri mereka ‘spiritual atau rohani’.
Mereka merasa memiliki karunia-karunia istimewa, yaitu karunia nubuat dan
bahasa roh. Namun walaupun hidup dipenuhi karunia-karunia tetapi mereka masih
hidup di dalam pertengkaran, percabulan, penyembahan berhala, ajaran sesat dan
semacamnya. Paulus menyebut mereka sebagai manusia duniawi yang tidak dapat
menerima hal-hal spiritual yang berasal dari Roh Allah.
Sementara manusia duniawi adalah manusia psukhikos “bersifat
jiwa, alamiah” (1Kor. 2:13-15; 15:44-46); dan sarkikos “bersifat
daging” (1Kor. 3:1; 9:11-13). Manusia duniawi hidup tanpa Roh Allah dan oleh
karena itu mereka tidak dapat mengerti hal-hal yang spiritual. Sebaliknya
manusia spiritual adalah manusia yang dapat menilai segala sesuatu karena
hidupnya dipimpin oleh Roh Allah dan memiliki pikiran Yesus
Kristus. (1Kor. 2:15-16)
Kehidupan spiritualitas orang-orang percaya didasari oleh iman yang
tertuju kepada Yesus Kristus. Dengan percaya dan beriman kepada Yesus Kristus
sebagai Tuhan dan juruselamat yang telah menebus dosa-dosa dunia dan yang telah
bangkit, maka mereka menerima karunia Roh, yaitu Roh Kudus tinggal di dalam
kehidupan mereka. Berdasarkan karunia Roh yang diterima dan tinggal di
dalam hidup orang-orang percaya, maka kehidupan mereka yang lama diperbarui.
Mereka memiliki hidup yang baru yang berada di dalam kasih Allah.
Dengan demikian maka kehidupan spiritualitas Kristen merupakan kasih
karunia dan anugerah Allah semata-mata. Kehidupan spiritualitas ada karena
kasih karunia dan anugerah Allah yang mengerjakan dan mengaruniakan keselamatan
bagi orang-orang percaya melalui karya penebusan Yesus Kristus di atas kayu
salib. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa munculnya kehidupan spiritualitas
di dalam diri orang-orang percaya inisiatifnya datang dari Allah.
Memiliki kehidupan spiritualitas sejati berarti
memiliki kesadaran spiritualitas yang peka dan jernih terhadap realitas kehadiran
Allah, baik di dalam kehidupan pribadi sebagai orang percaya maupun di dalam
kehidupan bersama dengan orang lain. Di wilayah-wilayah kehidupan apa pun
misalnya kehidupan emosional pribadi, sosial, ekonomi, moral, seksual, profesi,
hubungan dengan sesama dan semacamnya tidak dibiarkan lepas dari kesadaran
spiritualitas tersebut. Hal ini didasari pada pengakuan yang sepenuhnya bahwa
tidak ada satupun bagian kehidupan orang-orang percaya yang boleh terpisah dari
kehadiran Allah. Akibatnya kehidupan yang dijalani oleh orang percaya adalah
kehidupan yang kudus dan benar. Hidupnya mengalami proses dituntun dan diajar
oleh Roh Kudus untuk mengenal dan mendalami kebenaran Kristus sebagaimana
dinyatakan oleh Alkitab.
Spiritualitas
Kristen dan Beragama Kristen
Beragama ditunjukkan dalam bentuk
melaksanakan upacara-upacara
keagamaan, tetapi spiritualitas lebih berbicara tentang semangat apa yang menggerakkan seseorang
melakukan upacara keagamaan. Beragama berbicara tentang apa yang tampak di luar, tetapi spiritualitas
berbicara tentang apa yang terjadi
di dalam. Spiritualitas yang sejati akan melahirkan tindakan keagamaan yang sejati. Tetapi
spiritualitas yang palsu akan menghasilkan tindakan keagamaan yang semu.
Itulah sebabnya ada orang yang kelihatan keagamaannya begitu baik yakni
rajin beribadah, rajin membaca firman Tuhan, rajin melayani, tekun berdoa dan
bahkan fasih berkhotbah, tetapi sekaligus hidup di dalam berbagai dosa dan
kejahatan.
Hal itu kemungkinan besar karena ia memiliki spiritualitas yang
palsu. Tuhan Yesus sangat mengecam orang-orang
yang demikian, karena biasanya mereka hidup di dalam kemunafikan. Berulang
kali Yesus mengecam
kemunafikan orang Farisi dan ahli Taurat. Allah pun membenci segala
perayaan keagamaan orang-orang Israel karena mereka memperkaya dirinya sendiri
tanpa mempedulikan orang-orang miskin: “Aku membenci, Aku menghinakan
perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu. Sungguh, apabila kamu
mempersembahkan kepada-Ku korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku
tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau
pandang. Jauhkanlah dari pada-Ku keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu
tidak mau Aku dengar” (Amos 5:21-23). Seorang pelayan Tuhan bisa
kelihatan baik di gereja dan masyarakat, tetapi di dalam keluarganya ia tampak
begitu jahat. Ini tanda spiritualitas palsu.
Tanda-Tanda
Spiritualitas Kristen
Spiritualitas Kristen dicirikan dengan persekutuan pribadi orang percaya
dengan Allah; persekutuan di antara orang percaya; dan kehidupan setiap hari
dengan semua orang.
1. Ada Persekutuan dengan Allah
Tujuan dari spiritualitas Kristen adalah untuk mencapai persekutuan yang
intim antara orang percaya dengan Allah. Suatu persekutuan yang sangat mendalam
antara orang percaya dengan Allah yang telah menyatakan diri-Nya untuk
diketahui dan dikenal melalui Yesus Kristus. Yohanes 10:30 “Aku dan BapaKu
adalah satu”; Yoh 17:11 “...supaya mereka menjadi satu seperti kita.”
Di dalam bentuk penyatuan seperti ini, orang percaya dapat mengalami
penyatuan dirinya di dalam kehadiran Allah dan dalam kasih-Nya secara pribadi.
Hal ini bisa terjadi melalui doa dan membaca Firman Tuhan.
Tindakan persekutuan dan penyatuan orang percaya dengan Allah tidak
terjadi melalui hidup bertapa atau menarik diri dari dunia. Tuhan Yesus
berkata, “Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula
Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia.” (Yohanes 17:18).
2. Ada Persekutuan di Antara Orang Percaya
Panggilan
setiap orang percaya adalah memberlakukan kasih. Kasih tidak dapat
diekspresikan jika tanpa adanya persekutuan dengan sesama. Kasih tanpa sesama
manusia maka kasih itu tidak berfungsi. Allah
menghendaki agar setiap pribadi orang percaya dapat terus menerus berada dalam
proses kehidupan yang aktif, dinamis, dan progresif melalui tuntunan dan
pimpinan Roh Kudus untuk menumbuhkan dan menghidupkan kehidupan
spiritualitasnya dalam persekutuan.
Bersama-sama
dalam persekutuan, orang percaya dapat menghayati dan mengalami Allah secara
bersama. Alkitab berulang-ulang menggambarkan orang percaya sebagai Tubuh
Kristus (Rm. 12:3 dst.; 1Kor. 12:14 dst.).
Persekutuan
orang percaya yang memiliki spiritualitas Kristen, bertujuan untuk penyembahan
kepada Allah, satu iman, kasih, dan pengharapan, untuk bekerjasama melayani
dengan karunia-karunia yang berbeda-beda.
3. Kehidupan Setiap Hari Dengan Semua Ciptaan
Pengalaman
spiritual pribadi bukan tujuan dari kehidupan spiritual yang dianugerahkan oleh
Allah. Sebab pemberian Allah ditujukan keseluruhan manusia dan kelangsungan
kehidupan segala makluk. Kehidupan spiritualitas haruslah menyangkut segala
sesuatu dan bersifat holistik. Tidak bisa dibuat dikotomi antara kehidupan
jasmani dan rohani. Spiritualitas adalah segala sesuatu yang bersifat holistik
yang harus dipersembahkan kepada Allah.
Keselamatan
tidak saja menyangkut keselamatan jiwa saja. Keselamatan menyangkut keseluruhan
yakni tubuh dan jiwa atau rohani dan jasmani. Spiritualitas Kristen yang benar
harus diaktualisasikan juga di dalam kehidupan yang menaruh perhatian terhadap
jasmani dan rohani.
Spiritualitas
haruslah nyata dalam tindakan praksis yang menaruh perhatian terhadap
masalah-masalah kemiskinan, gender, ketidakadilan sosial, masalah ekologi,
sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya. Panggilan orang percaya adalah
mendatangkan tanda-tanda Kerajaan Allah yakni kasih, keadilan, kuasa, dan damai
sejahtera di tengah-tengah kehidupan sosial yang dihadapinya.
Gereja
yang sejati adalah Gereja yang berdoa memohon kepada Roh Allah agar menguduskan
kehidupannya; dan menjadikannya sebagai alat Tuhan untuk dapat menjadi ‘terang
dan garam’ guna mendatangkan pembaruan di masyarakat dan dunia. Gereja
yang demikian adalah gereja yang rajin dan tekun berbuat didasari oleh kasih
karunia dan anugerah Allah yang telah menyelamatkan hidupnya.
Jadi dengan demikian maka spiritualitas Kristen di dalam diri
orang-orang percaya dimulai ketika mereka percaya dan beriman kepada Yesus
Kristus dan sebagai akibatnya mereka mempunyai karunia Roh. Roh Kudus tinggal
di dalam hidup mereka dan memimpin mereka untuk melakukan kehendak Allah
sebagaimana Yesus Kristus telah lakukan. Spiritualitas Kristen memiliki
keunikannya sendiri oleh karena merupakan kasih karunia dan anugerah
semata-mata dari Allah. Spiritualitas Kristen menekankan kehidupan persekutuan
yang intim antara orang-orang percaya bersama Allah. Di dalam persekutuan
tersebut kehidupan orang-orang percaya ditransformasi untuk hidup sesuai dengan
kasih Allah. Kehidupan spiritualitas Kristen adalah aktif, dinamis, dan
progresif seturut tuntunan dan pimpinan Roh Kudus untuk menyatakan tanda-tanda
Kerajaan Allah dalam tindakan praksis sebagai respon terhadap
tantangan-tantangan pergumulan yang dihadapinya.
Ciri
Khas Spiritualitas Kristiani
Masih banyak sisi lain dari ciri khas atau karakter spiritual Kristen.
Sebagian besar karakter spiritual kristen dapat dikatakan buah Roh (Gal
5:22-23). Orang percaya yang memiliki spiritualitas kristiani maka di dalam
dirinya akan nampak ciri khas seperti :
Pertama,
ia orang yang berbeda. Boleh dikata bahwa berbagai perselisihan moral yang
terbesar pada setiap zaman bukanlah perselisihan dalam teori moral, tetapi pada
kemampuan untuk membedakan masalah yang sebenarnya. Karakter spiritual yang
baik merupakan inti nasihat Paulus yang berbunyi, “Janganlah
kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu,
sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang
berkenan kepada Allah dan yang sempurna” (Rm 12:2).
Kedua, adalah keberanian.
Ini merupakan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan baik pada waktu
keadaan kacau dan sulit. Karakter spiritual yang baik memiliki keberanian
bekerja dengan baik pada saat pencobaan menimpa, dan keadaan tidak
menyenangkan. Keberanian adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan baik
sementara menghadapi ancaman dalam kehidupan, gangguan keamanan, tantangan masa
depan, dan tuntutan pengorbanan atas sesuatu yang sangat dikasihi.
Ketiga, penguasaan diri merupakan
sifat baik yang ketiga. Penguasaan diri ini berarti menguasai hidup kita
sendiri. Mampu mengelola,
mengendalikan, dan
mengatur segala sesuatu yang sedang terjadi di dalam
diri kita. Dengan pertolongan Roh Allah, karakter spiritual orang kristen yang
telah menyerahkan hidupnya pada Kristus akan menguasai dirinya sedemikian rupa
tanpa membiarkan keadaan, barang apa pun atau siapa pun yang menguasainya.
Seperti karunia Roh lainnya, penguasaan diri perlu dilatih sebab jika tidak
maka akan kehilangan karunia itu.
Keempat, adil. Karakter spiritual orang kristen yang
membuahkan keadilan selalu memutuskan untuk bertindak adil dan tidak
memperlakukan seseorang berbeda dengan orang lain. Para nabi menuntut keadilan,
serta mengemukakan perkara Tuhan melawan Israel, “Hai manusia, telah
diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut Tuhan
daripadamu; selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah
hati dihadapan Allahmu? (Mikha 6:8).
Mengembangan
Karakter Spiritual Kristen
Dalam kerangka pengembangan spiritualitas kristiani, patut bahwa pengembangan spiritualitas kristiani tidak
hanya bersifat personal, tetapi
juga secara komunal yakni bersama antar orang percaya dalam persekutuan gereja. Beberapa langkah pengembangan spiritualitas kristen
yakni :
1. Bersekutu
Ini terjadi dalam persekutuan-persekutuan ibadah, baik
ibadah di gereja secara bersama dalam kebaktian Minggu, juga dalam kelompok
kategorial dan fungsional. Berbagai kegiatan gerejawi juga dapat menolong
anggota gereja untuk saling menolong supaya sama-sama bertumbuh.
Dalam persekutuan ibadah akan terjadi berbagi pemahaman
Alkitab, doa bersama, memuji Tuhan secara bersama serta berbagi kesaksian
pertemuan pribadi dengan Allah. Masing-masing orang dapat saling bertanggung
jawab satu sama lain, saling membangun, dan saling mendorong bagi pertumbuhan
iman bersama.
Masa kini, gereja berhadapan dengan sikap hidup
individualistik dengan semboyan ‘masing-masing orang mengurus kepentingan
sendiri.‘ Itu semua bukan pandangan Alkitab. Di dalam persekutuan setiap orang
diajak ada untuk orang lain. “Kita, walaupun banyak, adalah satu tubuh di dalam
Kristus; tetapi kita masing-masing adalah anggota yang seorang terhadap yang
lain’ (Rm 12:5). Setiap orang dibebani tanggung jawab, bukan hanya kepada
Tuhan, tetapi juga kepada satu terhadap yang lain.
Dalam upaya saling membangun dan saling
memberi dorongan,
pesan dari kitab
Ibrani,
“Nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan
‘hari ini’, supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar karena tipu
daya dosa” (Ibrani 3:13).
Dengan demikian maka jika
masing-masing anggota tidak
saling memberi dorongan dan saling membangun, maka ia akan ditipu oleh dosa.
Penulis Ibrani juga
mengatakan, ”Marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong
dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari
pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi
marilah kita saling menasehati” (Ibrani 10:24,25).
2. Disiplin Rohani
Disiplin rohani adalah kemampuan jemaat untuk taat
kepada Allah. Tujuan disiplin rohani yang dimiliki jemaat yaitu untuk membawa
mereka hidup dalam pengenalan akan Kristus dengan baik. Beberapa
tahap pengajaran untuk jemaat dapat bertumbuh dalam disiplin rohani dengan pola
dari II Petrus 1:5-7 yaitu:
- Menambah iman dengan kebajikan.
- Menambahkan kebajikan dengan
pengetahuan.
- Menambahkan pengetahuan dengan penguasaan diri
- Menambahkan penguasan diri dengan
kesabaran
- Menambahkan kesabaran dengan
kesalehan
- Menambahkan kesalehan dengan kasih
akan saudara-saudara
- Menambahkan kasih akan saudara-saudara dengan kasih akan
semua orang.
3.
Beribadah
Ibadah yang benar harus di dalam roh dan kebenaran (Yoh
4:24). Dalam roh artinya ibadah dapat dan harus dilakukan di mana dan kapan saja, karena roh tidak
dibatasi oleh ruang dan waktu tertentu. Ibadah
tidak sekadar upacara gereja secara lahiriah, dan merupakan pengalaman
seseorang dengan Allah dalam bentuk penghormatan atas penyataan diri-Nya
melalui Yesus Kristus. Sedangkan dalam kebenaran artinya sifat dari ibadah itu
harus murni dan tidak berpura-pura karena Allah menentang ketidaktulusan dan
kepalsuan (Yes 1:10-17; Mal 1:7-14; Mat 15:8,9).
4.
Beriman
Jemaat Kristen bukan hanya harus
mengetahui, tetapi juga harus tetap mempertahankan dasar dari penyerahan mereka
sebagai orang kristen. Suatu
keadaan iman yang menurut Ibrani 11:1, “Iman adalah dasar dari segala sesuatu
yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” Iman itu kemudian mesti dinyatakan dalam pengakuan iman.
5.
Berdoa
Berdoa adalah cara berkomunikasi dengan Allah. Di dalam
doa, setiap orang percaya menyatakan kehendak dan iman serta ungkapan syukurnya
kepada Allah sekaligus mendengarkan kehendak Allah bagi kehidupannya. Doa diberikan tempat yang sangat penting
dan teratur dalam pelayanan Yesus (Luk 3:21; 5:16;9:28-29;
Ibr 5:7) dan murid-murid dengan tekun mengikuti teladan-Nya baik secara bersama
maupun secara individual. Yesus
tidak hanya memberi contoh. Ia juga mengajar murid-murid untuk selalu berdoa
dan juga tentang bagaimana melakukannya (Mat 5:44; Luk 1:1-13; 18:1-8).
Doa dilakukan secara
perorangan maupun bersama-sama (Kis 4:24; 6:4; 10:9; I Tim 2:1-8). Pentingnya doa nampak
dalam pertemuan-pertemuan jemaat-jemaat
Kristen. Paulus sendiri memasukkan banyak doa ke dalam surat-suratnya. Ia
memperhatikan doa mengenai keperluan-keperluaannya sendiri dan mengakui nilai
dari doa bersama. Orang-orang Kristen dapat digambarkan sebagai “semua orang di
segala tempat, yang berseru kepada Tuhan Yesus Kristus, yaitu Tuhan mereka dan
Tuhan kita” (1 Kor 1:2).
6. Persembahan
Memberi persembahan merupakan bukti kasih
seseorang terhadap Allah (Yak 2:15-17; I Yoh 3:17,18). Hal itu harus berasal
dari kehidupan yang terlebih dahulu telah dipersembahkan kepada Dia (II Kor
8:5), harus dilakukan dengan sukarela (II Kor 8:11,12;9:7), dengan bebas
sekalipun dalam kekurangan (II
Kor 8:
12), dengan sukacita (II
Kor 9:7),
dan sesuai dengan ukuran kemakmuran yang diberikan Allah (I Kor 16:2).
Pendeta dan Spiritualitas
Gereja dipandang sebagai tempat yang berurusan dengan
masalah rohani atau spiritual. Sementara pemimpin dalam gereja dipandang sebagai figur
yang "sangat rohani".
Pandangan ini menjadi pendorong jemaat mendatangi pemimpin gereja untuk mendapatkan
solusi atas berbagai problema kehidupan yang dialaminya. Para pemimpin gereja dipandang sebagai sosok yang lebih rohani dan harus didengarkan serta diteladani dalam segala
hal.
Namun di sisi yang lain pandangan ini membuat jemaat amat bergantung kepada
pemimpin gereja,
dan segera menjadi kecewa lalu meninggalkan persekutuan, ketika sang pemimpin didapati melakukan kekeliruan, kesalahan atau dosa.
Ada 3 ciri penting dalam spiritualitas
pemimpin jemaat yakni :
1. Kepemimpinan yang berdasar
kepada Alkitab - keputusan
Jemaat
yang tinggal di tengah-tengah masyarakat plural ini diutus oleh Yesus Kristus
sendiri "seperti domba di tengah-tengah serigala." Jemaat harus
"cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati." (Mat 10:16). Untuk bisa menjadi cerdik
dan tulus, tentunya dalam mengambil keputusan jemaat membutuhkan acuan atau
standar yang ditetapkan Allah sendiri agar setiap keputusan yang diambil tidak
keliru.
Pemimpin jemaat bertugas untuk mengarahkan jemaat agar
hidup di dalam kebenaran firman Allah, yaitu Alkitab. Tentunya pemimpin itu
sendiri mau hidup di dalam kebenaran firman Tuhan. Ia memiliki waktu khusus
untuk belajar firman Allah, belajar hidup sesuai dengan apa yang telah
dipelajarinya, dan mengajarkannya kepada jemaat (Ezra 7:10).
Setiap
pemimpin jemaat juga harus meyakini kuasa firman Tuhan yang mengubah dan
memperbaharui kehidupan setiap orang yang percaya, sebagaimana yang Paulus
katakan kepada Timotius (2
Tim. 3:15-17). Immanuel Kant, berkata: "Keberadaan Alkitab sebagai kitab
untuk manusia merupakan hikmah paling besar yang umat manusia pernah bisa
alami."
2. Kepemimpinan yang
berpusat kepada Kristus - karakter
Spiritualitas
berikutnya adalah dalam pembentukan karakter. Allah telah menyediakan bagi
umat-Nya sebuah keteladanan dalam pribadi Yesus Kristus. Setiap pemimpin jemaat
harus hidup seperti Kristus telah hidup, dan mampu membimbing jemaat untuk
memiliki kehidupan Kristus di dalam dirinya (1 Yoh 2:6).
Mengikuti teladan Yesus, baik dalam kata maupun perilaku-Nya terjadi dalam sikap menjadi
seperti Yesus. Artinya keteladanan Yesus mesti terasa dan terlihat dalam kegiatan-kegiatan
apa pun yang dilakukan oleh pengikut-Nya. Dengan demikian adalah janggal apabila para
pemimpin jemaat tidak lagi mau
meneladani Yesus Kristus dan beralih mencari figur lain. Saat pemimpin gereja gagal untuk meneladani
Kristus,
bukan karena tidak mampu, tetapi karena
ia tidak
mau, maka cepat atau
lambat, pelayanannya akan kering dan gersang.
Memiliki
karakter seperti Kristus mutlak dibutuhkan dalam pelayanan. Karakter seperti
yang dicirikan dalam sifat-sifat buah Roh (Gal 5:22-23) harus nampak dalam perkataan dan
tindakan para pemimpin jemaat.
3. Kepemimpinan yang
digerakkan oleh Roh Kudus - kharisma
Pada peristiwa Pentakosta para murid menerima
kuasa yang memampukan mereka menjadi pemimpin yang melayani. Yesus sendiri telah memberi mereka kuasa
untuk melayani di antara kawanan
serigala yang menjadi musuh dalam pelayanan. Dan kemenangan hanya bisa
diperoleh jika seluruh jemaat hidup dalam kepenuhan Roh Kudus.
Selain
buah Roh yang dihasilkan sebagai karakter pemimpin jemaat, spiritualitas juga
dapat dilihat dari kharisma.
Berbagai karunia telah dikaruniakan kepada para pengikut Kristus. Karunia-karunia
itu untuk melaksanakan pelayanan sebaik-baiknya.
Seorang pelayan gereja haruslah seorang
yang mampu mengarahkan pandangan orang yang ingin melihat lebih jauh apa
yang menjadi kehendak Allah. Ia juga baiknya seseorang yang mampu menjalankan fungsi kenabiannya sehingga mampu
mengubah sejarah, membebaskan orang dari keresahan dan kecemasannya serta mengarahkannya kepada tindakan-tindakan kreatif
yang akan membangun dunia menjadi lebih
baik. Ia akan melihat secara kritis semua yang terjadi
dan mengambil keputusan berdasarkan kesadaran akan panggilannya, bukan karena
ingin ternama serta bukan karena takut ditolak. la akan mengajukan kritik kepada semua kelompok.
Dari semua tujuan dimilikinya spiritualitas kristiani
baik oleh anggota gereja maupun para pelayan, diharapkan semua orang menjadi kawan
sekerja Allah yang memenuhi
panggilan menghadirkan tanda-tanda kehdiran Kerajaan Sorga
dalam dunia.
Mengembangkan
spiritualitas kristiani dalam diri masing-masing orang haruslah menjadi tugas
bersama yang terus dikerjakan sebagai bagian dari memenuhi panggilan untuk
menjadi sempurna sama seperti Bapamu yang
di sorga adalah sempurna. ••• Leny Mansopu
Coba ditambahkan spiritualitas remaja
BalasHapusKlo bisa masukkan juga spiritualitas remaja
BalasHapusBentuk-bentuk spiritualitas remaja
Faktor-faktor pembentukan spiritualitas remaja
Terimakasih untuk penjelasannya, semoga jadi berkat , dan bisa semakin memperteguh iman dan percaya kita kepada Tuhan dan Juruselamat kita Yesus Kristus bu.. Tuhan Yesus Memberkati. Amien.
BalasHapusMohon dukungan doa untuk saya sudah 5 tahun sakit stroke dan insomnia. Terima kasih. Melchior suroso
BalasHapusKalo bisa masukan juga contoh spiritual dalam kehidupan sehari-hari
BalasHapusFirman yang sangat memberkati
BalasHapusGod bless
BalasHapus