19 Januari, 2018

Khotbah Kematian : Tuhan Ada Bersama Dalam Duka

Ayub 3 : 20 – 26; Yohanes 9 : 1 – 7
Manusia sebagai makluk berpikir membuatnya selalu berusaha mencari jawab untuk mengerti demi memuaskan rasa ingin tahu dan tanya. Tapi sampai kapanpun manusia tidak akan berhenti bertanya. Saat sakit, ditimpa masalah dan kematian menerpa orang-orang benar, orang selalu pasang kata ‘mengapa’ dan berusaha mengerti. Kalau orang berdosa yang ditimpa kemalangan maka kita tidak perlu bertanya mengapa karena ia menuai apa yang ditaburkannya. Berbeda ketika kemalangan menimpa orang baik dan sepertinya tidak harus begitu. Kalau apapun yang terjadi kita bilang terima saja itu juga sulit karena manusia makluk beriman tapi juga makluk berpikir. Dan sebenarnya dengan menempatkan tanya, bukan berarti bahwa itu tanda tiada iman.
Ayub juga bertanya ketika penderitaan menerpanya. Ayub hamba Allah yang baik tapi ditimpa kemalangan yang hebat. Semua  jenis penderitaan ada padanya. Hartanya habis, anak-anaknya semua meninggal, ia ditimpa penyakit, istrinya mengabaikan dia. Dan dalam penderitaan, Ayub juga berusaha mengerti kenapa ia ditimpa kemalangan bertubi-tubi. Maka ia bertanya kepada Tuhan. Teman-temannya berusaha juga mencari jawab baginya dan berujung pada menyalahkan Ayub. Bagaimanapun harus Ayub yang salah, tidak mungkin Allah yang salah karena penderitaan dilihat sebagai bentuk hukuman Allah. Maka orang yang dihukum adalah orang yang bersalah.
Ayub tidak tinggal diam dipersalahkan. Apalagi dalam upaya menjawab mengapa ia menderita, ia tidak menemukan kesalahan apapun yang diperbuatnya yang membuatnya layak untuk dihukum. Ayub pun membela dirinya karena ia sendiri tidak mengerti apa yang salah yang pantas untuk membuatnya dihukum begitu hebat. Seandainya dia orang berdosa maka mudah menjawab mengapa. Namun dalam pandangan Allah sendri, ayub adalah orang benar.
Di dalam ketidakmengertian, Ayub menyalahkan dirinya sendiri. Ia mengutuki hari lahirnya (Ayub 3:1-19). Kemarin bapa Sony juga bilang ‘Andai Iren tidak pernah ada maka susahnya tidak seperti ini.’ Sementara untuk bisa hamil Eirene saja adalah keajaiban mengingat umur ibunya. Ditambah lagi proses melahirkan Eirene adalah proses yang sulit dan ibunya hampir meninggal. Andai ia tidak pernah lahir. Andai ia meninggal saat dilahirkan maka duka yang dirasakan tidak seberat ini. Kenapa Tuhan menunggu sampai 5 tahun 9 bulan?
Ayub mengajukan tanya kepada Allah dalam pertanyaan mengapa? (Ayat 20-22). Dan Allah menjawab Ayub. Allah datang dalam badai dan menjawab Ayub (Pasal 38) tapi apakah jawaban Allah memuskan pertanyaan Ayub? Tidak. Jawaban Allah bukan jawaban untuk memuaskan tanya. Allah tidak menjawab dengan kalimat menghibur. Padahal Allah begitu mengasihi dan membanggakan Ayub. “Apakah engkau memperhatikan hamba-Ku Ayub? Sebab tiada seorang pun di bumi seperti dia, yang demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan” (Ayub 1:8). Ayub 38:2-3 menulis bahwa Allah malah balik bertanya kepada Ayub, “Siapakah dia yang.......’ Kemudian dilanjutkan dengan pernyataan Allah tentang awal mula ciptaan dimana Ayub tidak ada dan tidak mungkin Ayub tahu tentang berapa luasnya bumi ciptaan Allah dan berbagai keajaiban ciptaan. Dengan kata lain Allah menolak memberi jawaban yang untuk memuaskan tuntutan logika Ayub tentang sebab musabab penderitaan dan dukacitanya.
Apa yang sedang Allah lakukan terhadap Ayub? Apa yang Allah inginkan dari Ayub? Dengan jawaban-jawaban Allah itu, Ia mau Ayub mengerti bahwa itulah hidup. Kita hidup dan menikmati bumi, matahari, hujan dan segala sesuatunya tanpa kita bagaimana bumi bisa berputar dan kita tidak jatuh. Bagaimana ini dan itu bisa terjadi. Bagaimana semesta yang begini besar bisa berjalan tanpa planet betabrakan. Kenapa kucing mengeong sementara kambing mengembik? Haruskah dimengerti kenapa? Yang kita perlu tahu adalah Allah ada dan memungkinkan segalanya. Yang Allah inginkan bukan memuaskan tanya kita dengan teori panjang tapi bagaimana memiliki sikap yang tepat dalam menjalani hidup. Yang Allah inginkan adalah pasrah diri sepenunya secara utuh dan menyelutuh atas apapun juga yang terjadi. Sakit, penderitaan, mati adalah realitas yang pasti dihadapi semua orang. kenapa orang baik menderita? Kenapa Ayub menderita? Kenapa keluarga ini menderita? Itulah bagian dari hidup.  Satu-satunya tempat dimana tidak ada penderitaan adalah kematian.
Tuhan Yesus juga berhadapan dengan kecenderungan yang sama dari murid-murid yang melihat penderitaan dan sakit sebagai bagian dari hukuman Tuhan. Dan Ia mengajar tentang bagaimana seharusnya kita menyikapi penderitaan manusia. Yohanes 9 mencatat saat Tuhan Yesus dan murid sedang dalam perjalanan, dan menemukan orang yang buta sejak lahir dan pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan mengapa yakni mengapa ia buta, siapa yang salah? Pertanyaan yang selalu diungkapkan setiap kali kita mengalami kemalangan atau bertemu dengan sesama yang malang dan menderita menurut ukuran kita.
Menjawab pertanyaan ini Yesus tidak ingin kita menghabiskan energi serta mengarahkan konsentrasi kita pada persoalan yang bersifat spekulatif yaitu pertanyaan “mengapa?”. Kalau kepada Ayub, secara implisit Allah ingin mengatakan, bahwa kalaupun Ia menjawabnya, Ayub toh tak akan mengerti juga. Manusia terlalu terbatas untuk mengerti dengan logika. Karya Allah dalam semesta tak terbatas dan tak mungkin dimengerti oleh manusia yang terbatas. Kepada murid-murid Yesus mengatakan tidak ada yang salah tapi penderitaan itu harus terjadi karena itulah hidup namun di dalam realitas hidup, Allah melakukan karya yang baik yakni pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia yang menderita.
Ya...inilah hidup. Hadapi hidup dengan berani, apapun juga yang menerpa. Menjadi Kristen bukan jaminan bahwa hidup tanpa soal dan semua tanya bisa dijawab dengan memuaskan. Bukan karena Allah tidak mau jawab dan memuaskan kita melainkan karena kemampuan logika kita tidak akan membuat kita mengerti. Pada posisi ini hanya dibutuhkan iman untuk menerima bahwa Allah ada dan kita pasti tertolong. Justru di dalam kelemahanlah kuasa Allah menjadi sempurna. Di dalam ketidakmengertianlah kita tahu bahwa Allah berkuasa dan kita akan baik-baik saja apapun yang terjadi.
Yang benar bukan usaha untuk memuaskan jawab kita melainkan bagaimana kita merespon apapun yang terjadi sambil tetap mempercai Allah dan tidak membiarkan penderitaan penderitaan dan dukacita menghancurkan hidup kita. Di dalam duka dan derita, sebagai bagian dari hidup, kita bisa menjalaninya di dalam Tuhan. Selalu ada cara untuk tetap bertahan. Bagaimanapun inilah akibat dari dosa manusia secara keseluruhan. Mencicipi dosa membuat manusia terhukum dengan maut dan penderitaan namun Tuhan ada.
Di dalam Kristus ada jaminan bahwa seberapapun beratnya derita , Allah bukan Allah yang menonton dari jauh. Allah di dalam Kristus adalah Allah yang membuktikan bahwa Ia ada dalam derita kita, Ia mau menanggung derita kita dan Ia hadir di dalam diri mereka yang menderita dan berduka karena Ia telah secara langsung mengalaminya, bahkan mengalami penderitaan terhebat di salib.
Bagaimana Allah tidak mengasihi manusia yang menderita? Untuk manusia saja Ia rela mati untuk menggantikan kita yang harus mengalami penderitaan yang hebat. Kasih Allah akan memungkinkan kita tetap melangkah di dalam iman dan terus hidup. Allah selalu menyediakan cara untuk kita melanjutkan hidup. Itulah sebabnya walau keluarga menangis, walau jemaat menangis karena kehilangan ini, tapi kita masih bisa tertawa mengingat apa yang Eiren lakukan selama ia hidup. Bagaimana ia telah menghibur kita selama 5 tahun 9 bulan. Bagaimana ia telah meninggalkan banyak cerita lucu yang akan membuat kita tersenyum.
Ayub harus mengalami penderitaan yang  hebat dan itu membuatnya payah namun Allah membuat penderitaan Ayub menjadi cerita yang menguatkan kita sampai saat ini. Kita yang bergumul dengan penderitaan dapat belajar dari Ayub dan kita bertahan dalam iman.
Orang kristen mati, yang tidak kristen pun mati. Orang Kristen dan tidak Kristen sakit, berduka, menangis dan payah. Semua menderita. Dimanakah Tuhan orang Kristen? Dia ada bersama kita maka kita mampu bertahan di dalam iman.
Dikhotbahkan pada Pemakaman Anak Eirene Zacharias
Maulafa, 16 Januari 2018

1 komentar:

  1. Terima kasih isi khotbahnga, saya bersyukur dn berterima kasih atas kisah penderitaan yg tlh di alami Ayub semoga menjadi betkat bagi yg seiman.

    BalasHapus