20 Agustus, 2022

DUNIA TANPA KEBOHONGAN?





Hari ini saat makan di meja makan, kami menikmati makan siang yang saya masak dengan bersemangat. Tempe tahu goreng, ikan goreng, sate babi, daun singkong dibuat lalapan dan dimakan dengan sambal kacang tanah. Bagi saya, makanan di depan kami sangat menggiurkan.
Sambil makan, saya melihat ke arah suami yang makan dengan lahap dan saya lalu berpikir, apa jadinya bila semua manusia jujur dan selalu mengatakan apa yang terbersit di kepalanya dan apapun yang ia rasakan dengan jujur sejujur-jujurnya. Bayangkan kalau kemudian, kejujuran membuat suami saya tanpa beban mengatakan, "Masakan mama hambar, kurang bumbu. Papa sonde suka makanan ini. Papa lebih suka kalau makanan dibuat seperti....dst."
Pernyataan yang jujur dari hati namun tidakkah hal itu akan melukai saya? Tidakkah kejujuran itu akan menimbulkan kemarahan dan pertengkaran? Di sisi lain, bukankah kejujuran lebih baik daripada dusta? Pertanyaan demi pertanyaan muncul di kepala. Haruskah kita selalu jujur atau lebih baik selalu berbohong? Atau barangkali lebih baik diam dan menyembunyikan kebenaran dalam hati? Atau barangkali seharusnya kejujuran, apa yang kita rasa harus dibungkus rapih supaya jangan sampai melukai. Kalau ada yang tidak disukai maka lebih baik ditelan untuk diri sendiri.
Kitab Pengkhotbah berulang-ulang menekankan, 'Segala sesuatu adalah kesia-siaan. Semua yang terjadi di bawah matahari adalah sia-sia.' Menilik apa yang dikatakan ini, dapatkan kita bilang bahwa berkata jujur, berkata apa adanya adalah hal yang sia-sia? Sama seperti kebohongan dan dusta adalah kesia-siaan? Tapi kalau begitu maka apa gunanya nasehat untuk selalu berkata jujur dan bertindak jujur? Bukankah orang jujur selalu dapat berlindung pada Tuhan karena Tuhan memihaknya?
Sambil terus merenungkan masalah kejujuran ini, saya ingat beberapa kejadian dimana sikap jujur justru membawa orang pada masalah. Ketika saya dengan jujur mengakui bahwa saya memang mengatakan seperti apa yang ada di potongan video pendek khotbah saya, dibanding mengatakan bahwa video diedit dan bukan begitu maksud saya, justru kejujuran itu membawa saya kepada masalah. Juga ketika saya memilih bersikap jujur dan mengatakan apa yang saya rasakan terhadap teman-teman saya, terlepas dari nilai rasa saya benar atau salah, dan mengungkapkan apa yang menjadi dasar serta cara pandang teologi saya, justru hal itu membawa saya pada masalah dan akhirnya saya harus menerima disiplin yang cukup serius dan berdampak pada saya, keluarga dan terutama jemaat. Sikap jujur ternyata bisa membuat orang diperlakukan seperti telah berbuat dosa yang besar. Padahal saya mengira kejujuran adalah mata uang yang berharga.
Lalu apa yang benar di mata Tuhan? Apa yang baik untuk kehidupan? Jujur atau tipu? Apa adanya atau berkelat-kelit?
Menjawab pertanyaan diri, saya ingat apa yang juga berulang-ulang ditekankan dalam Kitab Amsal dan Pengkhotbah tentang pentingnya hikmat. Kitab Amsal menulis, 'Hikmat lebih berharga dari permata dan emas atau perak.' Hikmat adalah hal yang dapat membungkus segala seuatu supaya jadi baik dan indah untuk manusia dan kehidupan. 
Jujur adalah hal yang harus dilakukan. Namun kejujuran mesti diungkapkan dengan hikmat. Jujur dari hati mesti dikeluarkan dengan bungkusan hikmat, dipoles dengan keindahan hikmat supaya kejujuran jadi indah dan diterima semua orang dengan syukur. 
Banyak rasa di hati setiap orang yang mesti dikeluarkan tapi jangan lupa untuk bungkus dengan hikmat. Misalnya, untuk pergulatan hati saya, sejujurnya, saya kadang kuatir kalau suami saya tidak setia pada pernikahan kami tapi apakah saya harus jujur mengatakan hal itu kepadanya? Saya kira kalau sampai saya mengatakannya maka itu akan melukainyaa karena tidak pernah ada indikasi dia berlaku tidak setia kepada saya. Lagi pula apa gunanya dia berlaku tidak setia? Maka apa yang jujur dari hati bahwa saya kuatir dia tidak setia harus dibungkus dengan hikmat supaya jangan sampai melukai pernikahan kami.
Benar bahwa banyak hal yang tidak saya sukai dari teman-teman atau keluarga saya tapi apakah saya harus mengatakan ketidaksukaan saya apa adanya kepada mereka? No. Never. Saya harus membungkusnya dengan hikmat. Kalau tidak maka lebih baik diam. Kalau saya tidak suka maka tinggal saya block WA atau no telponnya supaya jangan sampai berurusan lagi. Itupun kalau benar-benar tidak suka dan sudah sangat mengganggu. Masih banyak trik hikmat yang bisa dibuat supaya jangan sampai saling melukai.
Dunia membutuhkan kejujuran. Dunia tidak boleh diisi dengan dusta dan kebohongan. Tapi kejujuran juga mesti dibungkus dengan hikmat. Sebab kita tentu saja tidak menginginkan pedagang berkata jujur tentang rahasia produknya dan bumbu rahasia yang ada dalam produknya kepada saingan usahanya. Apa jadinya kalau saingan politik mengungkapkan dengan jujur trik politisnya? Walau tentu saja tidak berarti kebohongan dapat menjadi pilihan ketika kejujuran bisa merugikan dan menyakiti. Dusta bukan pilihan. Satu-satunya pilihan supaya dunia menjadi lebih baik adalah melakukan segala sesuatu dengan hikmat. Dengan demikian maka kita punya harapan bahwa keadaan akan baik bagi semua.
Ahh... kata harapan menjadi kunci di sini. Pentingnya seorang suami membungkus kejujurannya dengan hikmat karena ia punya harapan bahwa masakan istrinya akan lebih baik cita rasanya besok maka hari ini ketika ia masakan istrinya terasa hambar, ia berkata dengan wajah yang tidak terlalu bersemangat, "Terima kasih untuk makanan ini." Hahaha... Kok harus dengan wajah yang tidak terlalu bersemangat? Yaa supaya kamu tahu saja kalau istri-istri itu makluk cerdas. Dia akan merasakan arti setiap ekspresi. Tapi yang paling penting adalah si suami tidak melukai istrinya yang sudah susah payah masak.
Harapan juga membuat seorang gadis yang sudah tidak lagi mencintai pacarnya berkata, "Kaka adalah laki-laki baik yang pernah kenal tapi beta butuh waktu untuk berpikir sebelum ambil keputusan yang serius."
Harapan membuat seorang pelayan restoran memberi senyum ramah dan kata-kata penuh penghargaan kepada pengunjung yang bermuka masam. Harapan bahwa senyumnta bisa membuat si pengunjung menikmati makanan dan menjadi lebih bahagia."
Kawanku... Yukkk minta hikmat kepada Tuhan. Kita perlu itu karena kita punya harapan bahwa kehidupan akan lebih baik.

Salam kasih
Fatukoa, 20 Agustus 2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar